FYI, ini aku udah cukup Lama buat cerpen ini, sekitar September 2015,awalnya aku buat untuk lomba mading disekolah aku, Dan temanya itu tentang Gerakan 30 September, inspirasi aku buat cerpen ini sebenernyaa ada unsur2 sedikit seperti film Korea yang judulnya "Taegukgi" mungkin yang udah pernah nonton mungkin tau, tapi aku disini bukan ngikutin seluruh ceritanya, hanya terinspirasi, jadi ini murni hasil Karya aku Dan disini aku tambahin sedikit tentang tokoh penting yang pernah ada di dalamGerakan 30 September, okay let's get started, hope you liked it;)
Tangis Pilu Kesedihan Nurul
“Kakek, kakek” teriak seorang gadis remaja memanggil seorang kakek.
Ya, namanya Andini Savira Putri, dia baru duduk dibangku 1 SMK. Ia bersekolah di SMKN 3 Bandung.
“ada apa andini?” sahut sang kakek
“kakek,sudah siap?”
“Iya, tunggu sebentar”teriak sang kakek, membalas andini. “kakek, kakek tak apa? “ah tidak apa” ucap kakek, sambal mengelap air mata di matanya
Sang kakek hanya melihat foto yang digenggamnya, yang membuat nya menangis. Andini khawatir dan menengkan kakeknya.
------Flashback September 1965------
Seorang pemuda berlari dengan riangnya sambal membawa sebuah kertas ditanganya.
“Nurul hati-hati” kata seorang ibu-ibu penjual dipasar
“Maaf ibu”balas nurul
Muhammad Nurul Nasution, biasa disapa Nurul adalah satu-satunya putra sekaligus anak bungsu dari Keluarga Jenderal TNI A.H. Nasution. Nurul merupakan anak yang rajin, pandai dan sangat berbakti kepada orangtuanya, sehingga orangtua dan kakaknya sangat bangga dan menyayanginya.
Suatu hari ketika Ujian Sekolah telah selesai, dan pengumuman ujian sekolah pun tiba,
“Ayah, ibu, kak lihat ini, lihat ini” kata Nurul gembira
“ada apa nak? Kamu buat ibu kaget saja”
balas ibu nurul
“Ibu, lihat ini! Aku lulus ujian sekolah dan mendapatkan nilai tertinggi bu”
“benarkah? Ibu sangat bangga padamu nak” kata ibu nurul sambal memeluk nurul
“selamat iya adiku” kata kakak Nurul, Ade Irma Suryani Nasution sembari memeluk adik kesayangannya itu.”iya kak” balas nurul dengan senyuman
“ada apa ini, kelihatannya ada berita bagus” terdengar suara seorang bapak dari kejauhan, iya beliau adalah Jenderal TNI A.H Nasution.
“ayah lihatlah ini” kata nurul menunjukan kertas lulus ujian tersebut
“kamu pintar sekali, ayah bangga padamu, tidak sia-sia selama ini ayah membimbing kamu hingga sekarang ini” balas ayah nurul sambal mengacak-acak rambut nurul
“oh iya, bulan depan kan ulang tahun nurul yang ke-17, gimana kalau kita merayakannya dengan melihat pentas seni kebudayaan di candi Borobudur, hitung-hitung karena nurul sudah lulus dan mendapat nilai tertinggi” kata sang kakak yang menyarankan idenya untuk nurul kepada sang ayah
“hmm boleh juga, baiklah nanti kita akan pergi kesana” kata ayah setuju
“asik” gembira sang kakak dan adik sambal melakukan gerakan ‘High Five’
-----------
--- 30 September 1965 ---
“Yah, besok adalah ulang tahunku, ayah tidak lupa kan?” kata Nurul mengunjungi ayahya yang sedang meminum secangkir kopi “ehhm janji apa ya?”
“ayahhh” balas nurul cemberut
“hahahahaha, tentu saja ayah tidak lupa, mana mungkin ayah lupa sama janji ayah”. Balas sang ayah sambal menertawakan nurul yang cemberut
“Nurul, ketika kamu besar nanti kamu harus menjadi laki-laki yang kuat dan tangguh, kamu harus menjadi panutan yang baik nanti bila kamu sudah berkeluarga, jangan pernah menyerah dalam keadaan apapun, lihatlah kedepan, kamu akan menemukan masa depan yang cerah” nasihat sang ayah kepada nurul
“baik ayah”balas nurul dengan senyuman
---- 23.00, 30 September 1965 ----
“Tok, tok, tok, tok” terdengar suara ketukan keras pintu dari luar.
“jenderal tolong keluar segera” teriak seorang prajurit memanggil Jenderal A.H Nasution
Tidak ada respon dari dalam, sehingga membuat para prajurit jerah, dan memilih untuk mendobrak pintu.
Di dalam Jenderal Nasution sudah bersiap dengan Jasnya untuk pergi
“Jenderal cepatlah turun”
Jenderal Nasution pun turun.
“Ibu, aku takut” rengekan kedua anak jenderal nasution
“tidak apa-apa nak, tidak apa-apa, ibu bersama kalian”balas sang ibu
“Ada apa?” tanya sang Jenderal kepada prajurit
“Kami datang atas tugas Presiden” balas salah satu seorang prajurit
“Untuk apa?” balas sang Jenderal. “Kami tidak tahu, ikut saja dengan kami”
Sang Jenderal pun menuruti kata prajurit.
Di Luar terlihat ajudan A.H Nasution, Lettu Pierre Tandean, melihat mereka dengan bersembunyi.
“Ibu, tolong jaga Nurul sebentar, akum au lihat keadaan dibawah” kata sang kakak kepada ibunya
“Kamu jangan nekat, dibawah berbahaya”
Tetapi Ade Irma Suryani tak mendengarkan kata ibunya dan pergi kebawah sambal mengunci pintu yang berada kakak dan ibunya.
Ia menuruni tangga dengan hati-hati sambal mengintip apa yang terjadi diluar.
“Apa?! Benarkah presiden menugaskan perintah itu?”
“Bapak tidak usah banyak tanya, ikut saja dengan kami”
“Jenderal, jangan dengarkan mereka” teriak Lettu Pierre Tandean
“Tangkap dia” suruh seorang prajurit kepada prajurit yang lainnya.
Dan para prajurit sudah siap memancatkan senjata mereka kea rah Jenderal dan ajudannya.
“Apa-apaan ini, apakah ini yang ditugaskan oleh presiden?” tanya sang jenderal
“Anda tidak mendengarkan perintah kami, jadi terimalah”
Doorrrrr bunyi pistol yang berkali-kali menembak sang ajudan hingga tewas.
Sang Jenderal kaget melihat peristiwa itu didepan matanya sendiri. Kini para prajurit siap menembakan pistol ke arah sang jenderal. Ketika senapan sudah ingin ditarik, sang jenderal berhasil melarikan diri, dan Dooorrrr suara pistol yang keras lagi sekali berbunyi, Sang Jenderal melihat kebelakang dan betapa kagetnya ia melihat bahwa putrinya telah tertembak dan tewas.
Sang Jenderal ingin menyelamatkan putrinya kembali, tetapi ia ditarik oleh ajudan lain untuk kabur dari sana.
Didalam Ibu dan Nurul kaget mendengar suara pistol itu, nurul tidak berhenti menangis. Ibu nurul dipaksa untuk keluar dan meninggalkan Nurul sendirian yang menangis. Di luar, ibu nuruk diperlihatkan oleh, kematian sang putrinya yang sudah terbujur tewas disana, sang ibu pun tak kuas menahan air matanya, hingga ia juga ditembak mati.
Sang Jenderal lari hingga kehutan-hutan dan berhasil selamat dari percobaan pembunuhan itu.
--- 1 Oktober 1965 ---
Banyak diberitakan bahwa Tujuh Pejabat-Pejabat tinggi tewas dibunuh sadis dirumah mereka masing-masing.
Nurul sedang menonton tv pada saat itu, sambal ketakutan, tetapi ia tak meliat ayahnya diberitakan meninggal, kecuali ibu dan kakaknya.
Nurul berada di zona yang aman karena sudah di amankan oleh pemerintah.
Nurul terus berfikir dimana ayahnya berada, dan sedihnya hari ini adalah ulang tahunya.
Nurul berjalan keluar untuk mencari udara segar. Tiba-tiba ia mendengar suara yang memanggil dirinya, dan ternyata itu ayahnya. “Ayah” teriak Nurul kaget sekaligus senang melihat ayahnya. “Sssstt ayah senang kamu selamat nak” peluk sang ayah “Ibu dan kakak sudah tidak ada ayah” sang jenderal yang mendengar itu hanya sedih mendengarnya.
“Nurul, dengarka ayah, ingat pesan Ayah kala itu? Kamu harus menjadi laki-laki yang berani, dewasa dan kuat, kamu tidak boleh lemah, kamu tidak boleh menyerah, kamu harus bertahan, yaa?! Ayah percaya padamu” pesan Sang jenderal kepada nurul yang tergesa-gesa ingin pergi dari sana
“Ayah, ayah mau kemana?” kata Nurul “Ayah akan pergi sebentar mencari kebenaran dibalik ini semua, oke, kamu harus bertahan” pinta sang ayah meninggalkan Nurul. “Ayah, ayah” teriak nurul memannggil sang ayah yang telah pergi. ----- beberapa Hari kemudian, diberitakan bahwa ditemukannya Jenazah Jenderal TNI A.H Nasution tewas menyedihkan di LUBANG BUAYA.
Mendengar hal itu Nurul sangat kaget dan sedih. Ia bersama orangtua angkatnya turut berduka atas hal itu dan mengunjungi makam ayahnya.
----- 2009 -----
Sang Kakek yang ternyata adalah Nurul, terus bersedih mengingat kejadian itu, ia masih tak percaya harus ditinggalkan keluarganya dengan cara sadis seperti itu, sang cucu menenangkannya agar Nurul baik-baik saja.
-----
Nurul dan anak-anak serta cucunya tiba disebuah pemakaman, ia mengunjungi makam para pahlawan revolusi yang tewas pada peristiwa G 30 S/PKI. Hari ini adalah hari dimana peristiwa keji itu terjadi, disana sudah ada banyak prajurit serta presiden berdiri untuk memperingati hari itu. Nurul tidak hentinya menahan tangisnya ketika ia berdiri dimakam ayahnya sendiri. Ia lagi sekali ingat perkataan ayahya
Nurul, ingatlah ketika kau dewasa nanti, jadilah laki-laki yang kuat, yang beriman dan menjadi panutan bagi keluargamu, bimbinglah mereka kejalan yang benar seperti ayah kepada kamu, ibumu dan kakakmu, janganlah pernah menyerah, jangan pernah larut dalam kesedihan, lihatlah kedepan untuk mencapai masa depan yang cerah, ingatlah menengok ke belakang akan membuat kamu terjatuh, teruslah berjuang dan membuat semua orang bangga terhadapmu, percayalah nak, kau bisa melewati semuanya, ayah bangga padamu”
THE END
Terimakasih semua yang udah mau baca cerpen aku, moon maaf kalau jelek karena saya bukan penulis amatir, bila ada salah kata tolong dimaafkan, akhir kata terimakasih:)
Copyright: Apthi Fortuna
1 Komentar
kakk, izin pake cerpennya yyaa buat mading sekolah, tetep ku kasi nama pembuatnya kok, terimakasii
BalasHapus